Coba simak keadaan berikut ini:
- Sebelum masuk sekolah saya tidak bisa bahasa inggris setelah belajar beberapa lama, sekarang saya bisa bahasa inggris.
- Sebelum masuk sekolah saya tidak tahu matematik, setelah mempelajarinya disekolah, sekarang saya mengerti matematik
- Sebelum masuk sekolah saya tidak bisa membaca financial statements, setelah mempelajarinya di PPM, sekarang saya bisa membaca financial statement dari perusahaan mana saja
- Sebelum saya bekerja saya tidak tahu bagaimana memperbaiki AC , setelah mempelajari dan melatihnya diperusahaan , sekarang saya bisa mendiagnosis dan memperbaiki Air Conditioning.
Bukankah ini semua berarti
bahwa saya berhasil memperbaiki kelemahan saya dengan cara mempelajari dan
melatihnya bisa mengubah diri saya menjadi kuat ?
Di bagian lainnya:
- Saya termasuk orang yang hidup tidak teratur dan untuk itu saya belajar Time Management dari berbagai kursus bahkan sempat menjadi pengajar tidak resmi dari The Seven Habit [ Steven Covey ] diberbagai perusahaan, akan tetapi mengapa sampai sekarang hidup saya tetap tidak teratur.
- Saya juga termasuk orang yang tidak berani ” face to face ” dengan orang lain dan setelah menjadi manager selama 7 tahun dan menjadi direktur selama 30 tahun, saya masih saja tidak berani ”face to face” dengan orang.
- Dalam hal Interpersonal, saya selalu menempatkan diri ”dibawah orang lain”, setelah menjadi direktur selama 30 tahun yang nota bene berada pada posisi diatas orang lain, mengapa sampai saat ini saya masih saja menempatkan diri ”dibawah orang lain”? Padahal sekarang saya termasuk konsultan yang disegani.
Bukankah ini semua menunjukkan
bahwa pengalaman dan ilmu yang saya pelajari tetap ”tidak mengubah diri saya”,
tidak bisa memperbaiki kelemahan saya.
Dua kisah diatas menunjukkan
adanya kontradiksi besar dimana yang pertama saya bisa berubah sebagai hasil
belajar dan berlatih sedangkan pada kasus kedua ternyata saya tidak berubah
walupun sudah belajar dan berlatih.
Ini mungkin jawaban mengapa
do’a yang dibuat beberapa ratus tahun yang lalu menjadi salah satu do’a yang
perlu kita simak :
“ God, grant me serenity to
accept the things I cannot change, courage to change the things I can and
wisdom to know the difference ” [Serenity Prayer]
Ini berarti didalam usaha Human
Development , kita harus pandai pandai memilah mana yang dapat diubah mana
yang tidak dapat diubah dari manusia sehingga usaha mengembangkan manusia
menjadi efektif.
Artinya juga “practice make
perfect ” hanya berlaku untuk situasi tertentu tidak bisa di generalisir,
ini juga berarti bahwa pelatihan yang bagus bagi seseorang belum tentu berguna
bagi yang lainnya walaupun mereka memiliki kelemahan/ kekurangan yang sama.
Pelatihan yang bisa
mengembangkan seseorang menjadi lebih kuat ternyata hanya merupakan tambahan
knowledge bagi orang lain dan sama sekali tidak menambah kekuatannya.
Apa rahasianya?
bersambung ke 'Yg Bisa dan tak Bisa Diubah'
Bahan dari Abah Rama, Pencipta Talents Mapping Indonesia
brought to you by Sumber Ilmu-Sumber Kearifan
Abah Rama adalah pencipta software Talents mapping dan Job Function berdasarkan hasil penelitian Gallup International yang diawali dengan ide mengenai psikologi positif sejak tahun 60-an oleh Dosen Psikologi di Universitas Nebraska, Prof Donald O Clifton dan penelitian atas lebih dari 2 juta pekerja, 80.000 manajer dan ribuan perusahaan dari berbagai tipe industri, yang akhirnya di tahun 2001 diperkenalkan bahasa baru tentang bakat dengan 34 tema bakat.
Tujuan Talents Mapping :
- Membantu peserta menemukan kekuatan dan kelemahan serta kepribadiannya (identifikasi karakter)
- Memberikan kemudahan bagi para peserta dalam memilih jurusan pada tingkat perguruan tinggi
- Membantu peserta menentukan karir yang paling sesuai di masa yang akan datang
Bagi Anda yang tertarik untuk mengikuti Talents Mapping ini, segera hubungi kami Dapatkan penawaran dan harga special!
Contact Person: Hillon I. Goa, 08129323182
No comments:
Post a Comment